KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami kehadiarat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga
makalah Pengembangan Sains AUD untuk Anak Berkebutuhan Khusus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
dalam memenuhi tugas Metodologi Pengembangan Sains AUD.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok yang dalam
Metode Pengembangan Basaha AUD.Makala ini berisi tentang pengembangan sains
bagi anak penderita gangguan penglihatan,pengembangan sains bagi anak gangguan
pendengaran dan pengembangan sains bagi anak penderita gangguan emosional.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bu
Yaswinda M.Pd selaku pembimbing mata kuliah Metodologi Pengembangan Sains Untuk
AUD,serta kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang banyak membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Padang,
19 september 2012
Tim
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap
anak berhak mengembangkan diri dan memenuhi kebutuhan dasarnya secara memadai.
Setiap anak memiliki hak yang sama dalam bidang pendidikan dan pembelajaran,
sehingga dapat memperoleh menfaat dari ilmu pengetahuan yang diperolehnya.Begitu
pula dalam akses terhadap pemenfaatan teknologi, seni dan budaya.Kesempatan ini
diberikan setiap warga negara indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 28
ayat 2 Amandemen UUD 1945 yang berbunyi : setiap anak berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Didasarkan
UUD tersebut menunjukan setiap anak Indonesia mempunyai hak yang sama dalam
pendidikan dan pembelajaran baik anak yang normal maupun anak yang berkebutuhan
khusus, layanan dan pengembangan pembelajaran diberikan pada setiap anak pada
setiap jejang pendidikan dari pendidikan anak usia dini sampai pada pendidikan
tinggi. Dalam pendidikan anak usia dini berbagai pengembengan pembelajaran
dilakukan untuk merangsang segala aspek perkembangan anak baik kognitif,
afektif maupun psikomotornya.Pengembangan pembelajaran pada pendidikan anak
usia dini mencapai pada pengembangan
atau pembelajaran Sains untuk anak usia dini.Karena pengembangan Sains mampu
mengembangkan segala aspek perkembangan anak usia dini.
Pengembangan
Sains pada anak usia dini diberikan pada setiap anak baik anak yang normal
maupun anak berkebutuhan khusus.Karena berdasarkan UUD diatas anak mempunyai
hak yang sama dalam pembelajaran, sehingga tidak membedakan anak dalam
pendidikan meskipun anak mempunyai kebutuhan khusus.Sehingga yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana merancang pembelajaran yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus, sehingga aspek
perkembangan pada anak usia dini yang berkebutuhan khusus dapat dikembangakan
secara optimal.
Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai perilaku khusus karena adanya
perbedaan fisik, emosional atau lainnya yang membuatnya perlu perlakuan khusus.Tapi
dalam pembelajaran tidak perlu adanya pembatasan bagi anak yang berkebutuhan
khusus, pembatasan yang seolah mengurangi pelayanan akan membuat anak merasa
tidak mampu dan tidak percaya diri.Anak yang berkebutuhan khususpun dapat
melakukan kegiatan yang dilakukan anak normal,tidak perlu dibatasi.Dan yang
perlu diperhatikan adalah bagaimana menyeting kegiatan yang sesuai dengan
kebutuhan anak, tanpa membatasi anak.Jika perlu anak dapat digabungkan dengan
anak yang normal dalam kegiatan pembelajaran,penggabuangan ini dapat berdampak
pada menanaman sikap yang baik pada anak yang berkebutuhan khusus ataupun anak
yang normal.
Keterbatasan
yang dimiliki pada anak usia yang berkebutuhan khusus, tidak menjadi penghalang
dalam pengembangan Sains pada anak.Selanjutnya pengembangan Sains dapat
memberikan perubahan perilaku pada anak yang berkebutuhan khusus.Anak yang
berkebutuhan khusus dapat menjadi pribadi yang sama dengan anak yang normal
dimana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak baik secara
intelektual, emosional dan spiritualnya,sehingga anak dapat terjun didalam
masyarakat tanpa dipengaruhi katerbatasan yang dimilikinya.
Dan
yang menjadi fokus bagi guru anak usia dini adalah bagaimana pengembangan Sains
anak berkebutuhan khusus atau mempunyai gangguan dalam pengembangan Sains dapat
diperlakukan secara wajar dan manusiawi
terutama pada anak yang mempunyai ganguan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan fisik motorik dan gangguan emosional.Sehingga dibutuhkan layanan pengembangan
Sains yang tepat pada anak usia dini yang berkebutuhan khusus.
Layanan
pengembangan Sains yang diberikan pada anak yang berkebutuhan khusus haruslah
tepat, agar layanan tersebut dapat mengembangkan segala aspek perkembangan anak
berkebutuhan khusus, baik aspek kognitif, afekif dan psikomornya.Sehingga anak
yang berkebutuhan khusus dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.Oleh
karenanya anak yang mempunyai gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan fisik motorik
dan gangguan emosional perlu mendapat pengembangan Sains yang tepat sesuai
dengan kebutuhannya dan dapat mengembangkan segala aspek perkembangannya.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana bentuk pengenalan Sains pada anak
- Bagaimana pengembangan Sains pada anak penderita gangauan penglihatan
- Bagaimana pengembangan Sains pada anak penderita gangguan pendengara
- Bagaimana pengembangan Sains pada anak penderita gangguan fisik motorik
- Bagaimana pengembangan Sains pada anak gangguan emosional
1.3 Tujuan
- Mengetahui bentuk pengenalan Sains pada anak
- Mengetahui pengembangan Sains pada anak penderita gangauan penglihatan
- Mengetahui pengembangan Sains pada anak penderita gangguan pendengara
- Mengetahui pengembangan Sains pada anak gangguan emosional
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Bentuk Pengenalan Sains pada Anak Usia Dini
Pengenalan Sains untuk anak usia dini menutur Slamet
Suyanto dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berikut :
a.
Eskplorasi dan investigasi, yaitu
kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek dan fenomena yang ada dialam
b.
Mengembangkan keterampilan proses Sains
dasar seperti melakukan pengematan, mengukur, menggunakan bilangan, dan
mengkomunikasikan hasil pengamatan
c.
Mengembangkan rasa ingin tahu, senang,
dan mau melakukan kegiatan, inkuiri dan diskoveri
d.
Memahami pengetahuan tentang berbagai
macam benda baik ciri,struktur maupun fungsinya.
Berikut ini
merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit
Benda-benda yang digunakan bermain
dalam kegiatan pembelajaran adalah benda yang konkrit (nyata). Pendidik tidak
dianjurkan untuk menjejali anak dengan
konsep-konsep abstrak. Pendidik sebaiknya
menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak
dapat menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan
sebab akibat terlihat secara langsung
Anak usia 5-6 tahun masih sulit
menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung karena pikiran
mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat
yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara
langsung, membuat anak mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi.
Sains kaya akan kegiatan yang melatih anak menghubungkan sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi
Kegiatan sains sebaiknya
memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang ada
disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik ke
dalam kelas. Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya, atau ulat
yang akan menjadi kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan perilaku dan
perubahan yang terjadi terhadap binatang tersebut. Bermain dengan air, magnet,
balon, suara atau bayang-bayang akan membuat anak sangat senang. Anak juga akan
dapat menggunakan hampir semua panca indranya untuk melakukan eksplorasi atau
penyelidikan.
4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri.
Sains tidak
melatih anak untuk mengingat berbagai objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi
pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan
sains tidak cukup dengan memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi
memungkinkan anak berinteraksi langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan
dengan berbagai inderanya dari objek tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak
tepat jika memperkenalkan anak berbagai objek melalui gambar atau model. Anak
membutuhkan objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”
Keterbatasan
anak menghubungkan sebab akibat menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan
”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab
akibat. Jika anak bermain dengan air di pipal lalu anak ditanya ”apa yang akan
terjadi jika ujung pipa dinaikkan?”. Anak dapat menjawab, ”air akan mengalir
melalui ujung yang lain yang lebih rendah.” tidak perlu anak ditanya ”mengapa
jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke ujung yang lebih rendah”? Hal itu
tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering anak menerjemahkan pertanyaan
’mengapa” dengan ”untuk apa”, sehingga pertanyaan mengapa akan dijawab ”agar”
atau ”supaya” .
6. Lebih menekankan proses daripada produk
6. Lebih menekankan proses daripada produk
Melakukan
kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan sangat menyenangkan bagi anak. Anak
tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu guru tidak perlu menjejali nak
dengan berbagai konsep sains atau mengharuskan anak untuk menghasilkan sesuatu
dari kegiatan anak. Biarkan anak secara alami menemukan berbagai pengertian
dari interaksinya bermain dengan berbagai benda. Dengan kata lain proses lebih
penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika
Pengenalan
sains hendaknya terpadu ddengan disiplin ilmu yang lain, seperti bahasa,
matematika, seni dan atau budi pekerti. Melalui sains anak melakukan eksplorasi
terhadap objek. Anak dapat menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya
(bahasa). Anak melakukan pengukuran, menggunakan bilangan, dan membaca angka
(matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek yang diamati dan meawarnai
gambarnya (seni). Anak juga diajarkan mencintai lingkungan atau benda
disekitarnya (budipekerti).
8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science)
Sains
menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Anak-anak yang masih
memiliki pikiran magis (/imagical reasoning) akan sangat tertarik dengan
keajaiban tersebut. Misalnya air susu dicampur air sabun dan diberi tiga macam
pewarna makanan, lalu diaduk. Dengan manmbahkan sedikit air soda, anak akan
melihat air berbuih dan mengeluarkan gelembung seperti mendidih, menampilkan
air warna warni yang menarik.
2.2
pengembangan Sains pada Anak Penderita Gangguan Penglihatan
Anak yang mendapatkan gangguan
penglihatan maksudnya adalah anak yang tidak mampu menggunakan indra
penglihatannya untuk mengenali suatu objek.Anak penderita gangguan penglihatan tidak perlu dirujukkan pada suatu
kelas khusus,tetapi harus di pikirkan cara menanganinya,jangan lah anak
tersebut di sisihkan karena yang bersangkutan tidak mampu mengikuti materi
,proses dan sikap sains atau tidak dapat di tumbuhkan kemampuan sainsnya
melalui kurikulum sains.Anak –anak tersebut tetap harus difasilitasi kurikulum
yang sama .muncul pertanyaan jika kurikulum tidak boleh di rubah apa yang harus
di lakukan ? yang paling utama adalah memodifikasi peralatan dan bahan-bahan
pembelajaran sains,sehingga anak yang terganggu penglihatannya dapat belajar
bersama-sama mempelajari sains dalam kelas seperti anak normal.
Jika
anak-anak normal di beri bahan bacaan sains ,baik fiksi maupun non fiksi secara
memadai maka sebagai rasa tanggung jawab,anak yang terkena gangguan penglihatan
perlu di beri kesempatan dan informasi yang sama dan perlu juga di kembangkan
buku-buku bagi anak yang terkena gangguan penglihatan yang isi pesannya
ekuivalen atau sama-sama dengan buku bacaan anak normal.Cara yang mudah di
lakukan adalah dengan audio tape yang isinya adalah bacaan buku-buku anak
normal.
A.
Strategi belajar bagi anak yang
mengalami ganggguan visual
Dalam
mendukung aktivitas belajar anak yang mengalami gangguan visual, guru sebaiknya
memilih pendekatan yang tepat dalam pengajaran dengan memperhatikan empat pokok
utama yang dibutuhkan dalam optimalisasi sisa penglihatannya yaitu; cahaya,
kontras, jarak dan ukuran. Pendekatan yang bisa digunakan guru adalah
“pendekatan stimuli penglihatan, pendekatan efesiensi penglihatan dan
pendekatan pengajaran menggunakan sisa penglihatan” (Hosni, 2002).
Hosni (2002) menjelaskan keempat
aspek yang dapat mengefesiensikan penglihatan dan memfungsionalkan lingkungan
pada anak yang mengalami gangguan visual adalah :
1.
Aspek cahaya
a. sepanjang masih memungkinkan, manfaatkan cahaya alamiah yang datang dari luar melewati jendela atau genting kaca,
b. menyesuaikan posisi duduk dan kebutuhan cahaya anak yang mengalami gangguan visual dengan datangnya arah cahaya,
c. cahaya yang tidak sesuai dengan kebutuhan, membuat anak akan mengalami kesulitan dan tidak efesien menggunakan matanya dalam membaca serta cepat lelah bila disuruh membaca,
d. menghindari tempat duduk yang menghadap cahaya,
e. cahaya sintesis dapat digunakan apabila cahaya alamiah tidak mendukung,
f. cahaya sintesis seperti lampu listrik, harus memperhatikan pula tentang intensitasnya, arahnya, tidak membuat panas dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
a. sepanjang masih memungkinkan, manfaatkan cahaya alamiah yang datang dari luar melewati jendela atau genting kaca,
b. menyesuaikan posisi duduk dan kebutuhan cahaya anak yang mengalami gangguan visual dengan datangnya arah cahaya,
c. cahaya yang tidak sesuai dengan kebutuhan, membuat anak akan mengalami kesulitan dan tidak efesien menggunakan matanya dalam membaca serta cepat lelah bila disuruh membaca,
d. menghindari tempat duduk yang menghadap cahaya,
e. cahaya sintesis dapat digunakan apabila cahaya alamiah tidak mendukung,
f. cahaya sintesis seperti lampu listrik, harus memperhatikan pula tentang intensitasnya, arahnya, tidak membuat panas dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
2.
Aspek kontras
a. kekontrasan biasanya terlibat di dalamnya masalah warna,
b. kekontrasan berhubungan dengan warna latar belakang, makin menyolok perbedaan warna di antara objek dengan warna latar belakang makin tinggi tingkat kekontrasannya,
c. anak yang mengalami gangguan visual sering kehilangan objek bila objek tersebut berada di latar belakang yang sama atau sedikit berbeda warna dengan objek,
d. warna yang tidak memantulkan cahaya lebih dapat dilihat,
e. pengecetan warna ruangan (tembok, kusen, daun pintu dan jendela) yang memperhatikan aspek kekontrasan akan membuat anak yang mengalami gangguan visual merasa aman, aksesibel, dan fungsional di ruang tersebut.
a. kekontrasan biasanya terlibat di dalamnya masalah warna,
b. kekontrasan berhubungan dengan warna latar belakang, makin menyolok perbedaan warna di antara objek dengan warna latar belakang makin tinggi tingkat kekontrasannya,
c. anak yang mengalami gangguan visual sering kehilangan objek bila objek tersebut berada di latar belakang yang sama atau sedikit berbeda warna dengan objek,
d. warna yang tidak memantulkan cahaya lebih dapat dilihat,
e. pengecetan warna ruangan (tembok, kusen, daun pintu dan jendela) yang memperhatikan aspek kekontrasan akan membuat anak yang mengalami gangguan visual merasa aman, aksesibel, dan fungsional di ruang tersebut.
3.
Aspek jarak
a. anak yang mengalami gangguan visual dapat melihat objek dengan jelas bila jarak antara objek dengan penglihatannya sesuai,
b. biarkan anak yang mengalami gangguan visual melihat objek sedekat apapun. Setiap anak yang mengalami gangguan visual mempunyai jarak sendiri untuk melihat objek,
c. bila objek yang akan dilihat terlalu jauh dengan posisi anak yang mengalami gangguan visual, maka dekatkan objek lihat tersebut.
a. anak yang mengalami gangguan visual dapat melihat objek dengan jelas bila jarak antara objek dengan penglihatannya sesuai,
b. biarkan anak yang mengalami gangguan visual melihat objek sedekat apapun. Setiap anak yang mengalami gangguan visual mempunyai jarak sendiri untuk melihat objek,
c. bila objek yang akan dilihat terlalu jauh dengan posisi anak yang mengalami gangguan visual, maka dekatkan objek lihat tersebut.
4.
Aspek ukuran
a. suatu objek bisa terlihat oleh anak yang mengalami gangguan visual, tergantung dari ukuran objek tersebut,
b. pada sebagian anak yang mengalami gangguan visual, ukuran objek bisa terlihat lebih besar dan jelas bila didekatkan dengan matanya,
c. untuk bahan bacaan, ukuran huruf ditetapkan tergantung pada usia anak yang mengalami gangguan visual, untuk usia TK lebih besar ukuran hurufnya dengan usia kelas 1-3 SD, di atas usia kelas 3 SD ukuran hurufnya makin kecil.
a. suatu objek bisa terlihat oleh anak yang mengalami gangguan visual, tergantung dari ukuran objek tersebut,
b. pada sebagian anak yang mengalami gangguan visual, ukuran objek bisa terlihat lebih besar dan jelas bila didekatkan dengan matanya,
c. untuk bahan bacaan, ukuran huruf ditetapkan tergantung pada usia anak yang mengalami gangguan visual, untuk usia TK lebih besar ukuran hurufnya dengan usia kelas 1-3 SD, di atas usia kelas 3 SD ukuran hurufnya makin kecil.
Strategi lain membalajarkan sains pada anak
terkena gangguan penglihatan tersebut adalah dengan buku-buku sain Braille:
a. pelajaran dengan huruf timbul
(System moon)
Pada tahun1847 Dr.willian moon
menemukan cara menulis huruf timbul misalnya menuliskan huruf a tanpa di coter
di tengahnya. Buku moon dihasilkan dengan cara mencetak timbulkan permukaan
kertas dengan huruf moon.dengan cara terlebih dahulu mencetak timbulkan
lempengan-lempengan dengan kalimat-kalimat yang sudah di susun.sistim moon
memungkinkan anak tunanetra dapat belajar berbagai ilmu bersama dengan
saudara-saudaranya yang dapat di lihat.
b. huruf Braille
tanda-tanda yang diketemukan oleh
Braille didasarkan atas penempatan titik-titik pada 6 posisi,tersusun vertical
masing-masing 3 titik.
B.
Alat bantu
untuk anak yang mengalami gangguan visual
Tarsidi
(1999:19) “anak-anak penyandang ketunanetraan mungkin dapat terbantu dengan
berbagai alat bantu low vision dan sebaiknya didorong untuk menggunakannya baik
di rumah, di sekolah maupun ditempat bermain”. Alat-alat bantu tersebut adalah
alat-alat proyeksi dan pembesar yang memberi kemudahan berupa lensa khusus,
lensa ini dapat dijepitkan pada kacamata biasa atau dapat dipegang (kaca
pembesar) yang sangat mudah digunakan dan bermanfaat untuk membaca bahan
cetak.Pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan visual akan jauh lebih
baik jika pembelajaran tersebut dilakukan dengan mengefesienkan penggunaan
penglihatan (efisiency in visual functioning) seperti dijelaskan Corn (1986:99)
“siswa low vision dimungkinkan belajar dengan berbagai pendekatan yang
memaksimalkan penggunaan kemampuan penglihatannya. Efesiensi dalam penggunaan
penglihatan disesuaikan dengan kemampuan penglihatan untuk mengerjakan tugas
yang diingikan”. Pendekatan pembelajaran dengan menggunakan penglihatan bagi
anak yang mengalami gangguan visual didasarkan pada model dimensi penggunaan
penglihatan dari Corn (Corn’s model of visual functioning):
1.
Program stimulasi penglihatan (vision
stimulation programs)
Program ini digunakan untuk menstimulasi anak yang mengalami gangguan visual yang memiliki sisa penglihatan sangat minim dan tidak berkembang dengan tujuan untuk menstimulasi sisa penglihatan siswa dapat terangsang.
Program ini digunakan untuk menstimulasi anak yang mengalami gangguan visual yang memiliki sisa penglihatan sangat minim dan tidak berkembang dengan tujuan untuk menstimulasi sisa penglihatan siswa dapat terangsang.
2.
Latihan efesiensi penglihatan (vision efesiency
training)
Latihan efesiensi penglihatan bertujuan untuk melatih anak yang mengalami gangguan vision agar dapat memfungsikan penglihatannya dalam situasi pendidikan dan interaksi dengan lingkungan.
Latihan efesiensi penglihatan bertujuan untuk melatih anak yang mengalami gangguan vision agar dapat memfungsikan penglihatannya dalam situasi pendidikan dan interaksi dengan lingkungan.
3.
Pengajaran pemanfaatan sisa penglihatan
Pengajaran pemanfaatan sisa penglihatan adalah sebuah upaya untuk mengajari siswa memanfaatkan sisa penglihatannya dengan memberikan bantuan atau alat koreksi (kaca pembesar, dll) sehingga proses pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan visual dapat lebih efektif dengan memaksimalkan penglihatan yang masih dimilikinya.
Pengajaran pemanfaatan sisa penglihatan adalah sebuah upaya untuk mengajari siswa memanfaatkan sisa penglihatannya dengan memberikan bantuan atau alat koreksi (kaca pembesar, dll) sehingga proses pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan visual dapat lebih efektif dengan memaksimalkan penglihatan yang masih dimilikinya.
Selain dengan
alat-alat diatas itu pengembangan Sains pada penderita ganguan visual dapat
dilakukan dengan peggunaan audio-tape,atau yang lainya.Dan bagi guru kemampuan
memahami teknik-teknik multy sensory sangat dibutuhkan dalam pengembangan
pembelajaran Sains agar pembelajaran tepat kepada anak dan dapat direspon
secara efektif oleh anak.
2.3 pengembangan Sains pada Anak
Penderita Gangguan Pendengaran
A. Pengertian anak penderita
gangguan pendengaran
·
Pengertian anak dengan kerusakan
pendengaran secara fisiologi
Kerusakan
pendengaran secara fisiologi diartikan sebagai gangguan pendengaran yang timbul
karena kerusakan fungsi-fungsi alat dengar.kehilangan pendengaran yang berat di
klasifikasikan sebagai anak yang tuli dan anak yang mengalami kehilangan
pendengaran ringan di tetapan sebagai anak yang menderita keras pendengaran.
·
Pengertian anak dengan kerusakan
pendengaran secara pendidikan
Maksudnya
adalah gangguan pendengaran yang di almi oleh anak yang menyebabkan anak tidak
memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dan keteranpilan lain yang dibutuhkan
dalam proses pendidikan di kelas.
Karakteristik
utama anak terkena gangguan pendengaran adalah: Mereka dapat menangkap suatu
maksud dengan baik melalui keterampilan membaca gerak bibir benutur atau
pembicara atau yang di sajikan melalui symbol-simbol lainnya.
B.
Penyebab
Gangguan pendengaran
Penyebab
terjadinya gngguan pada anak berfariasi sifatnya di antaranya :
- Akibat bawaan sejak lahir
- Akibat penyakit disaluran pendengaran
- Amandel
- Adenoid(lemah pendengaran)
Bersifat temporal:
§ Akibat
dari demam ,penyakit flu dan reaksi suatu alergi tiga lokasi masalah yaitu,
1. kerusakan
pada telinga luar, sebabkan karena kehilangan konduktif, yaitu kehilangan suara
yang bergerak sepanjang jalan kecil konduktif.
Suara dapat terhalang dalam kanal auditori eksternal terhadap telinga
luar oleh kesalahan pembentukan kanal itu sendiri. Akumulasi tahi telinga yang
berlebihan, kehadiran benda yang masuk ke telinga dan tumbuhnya tumor pada
terusan telinga
2. Kerusakan
telinga bagian tengah, disebabkan karena kehilangan konduktif yang biasanya
lebih berbahaya dari pada kehilangan konduktif di telinga luar, umumnya
disebabkan karena, otitis media yang merupakan infeksi pada telinga tengah yang
melibatkan pembuluh Eustachio.
3. Kerusakan
telinga bagian dalam, disebabkan karena kerusakan cochle cacar air, infeksi
bakteri, infeksi yang terjadi sebelum kelahiran dari penyakit rubella yang
diderita oleh ibu, komplikasi saat kelahiran seperti bayi mengalami anoksia
atau kekurangan oksigen dan efek samping pengunaan obat anti biotic yang tidak
dikehendaki atau saraf pendengaran.
Pada
orang dewasa, factor ketulian juga terjadi karena adanya gangguan pada telinga
bagian dalam. Disebabkan, karena factor bunyi yang terlalu keras, kepala kena
pukulan dan kemuduran fungsi telinga yang disebabkan karena sok.
C.
Strategi
Pembelajaran Sains pada anak penderita gangguan pendengaran
Langkah
pertama sebelum menuju pembelajaran sains terhadap anak terkena gangguan
pendengaran adalah dilakukannya penyesuaian perilaku dari anak tersebut
terhadap aktifitas sains sehingga anak siap mengikuti pembelajaran
sains.setelah anak di rasakan siap kemudian dilakukan pemilihan metode yang di
anggap paling tepat dan cocok.Ada banyak cara yang dapat di pilih dan efektif
dalam mengembangkan pembelajaran sains untuk anak yang di maksud.cara yang di
anggap produktif adalah dengan mengembangkan dan melatih pendekatan multi
sensoriterhadap anak dalam mempelajari sains. Cara lainnya adalah dengan
melalui kegiatan-kegiatan yang bervariasi,misalkan aktivitas anak di arahkan
pada kemampuan menyampaikan idea tau gagasan melalui tertulis dengan
menggunakan kartu-kartu tugas ,serta untuk aktivitas di luar kelas.aktivitas
anak terkena gangguan pendengaran si arahkan pada explorasi sentuhan langsung
pada objek atau fenomena yang di observasinya.Pada
saat guru menyajikan materi sains atau arahan-arahan, mungkin dengan
mendemontrasikannya (secara visual-gerak), disamping anak dapat mengamati
materi, diupayakan anak dapat menangkap bahasa bibir atau gerak bibir dan
ekspresi muka guru saat memprestasikannya.Kemampuan anak menangkap bahasa bibir
dan ekspresi muka guru akan sangat berguna bagi anak dalam mengkomunikasikan
materi sain yang diserapnya.
D.
Perkembangan
metode pendidikan anak gangguan
pendengaran
1. Metode
isyarat
Metode
ini didasari oleh pandangan yang menyatakan bahwa sesuai dengan kodratnya
bahasa yang paling cocok untuk anak tunarungu ialah bahasa isyarat.
Keutungan metode ini: Sesuai
dengan anak tunarungu yaitu dunia tampa suara, sesuai dengan kemampuan anak
tunga. Ruang untuk menerima dan mengeluarkan pikiran-pikiran melalui lambing
visual sesuai dengan bahasa ibunya.
Kelemahan metode ini:Tidak
efektif karena banyaknya isyarat yang harus dipelajari, tidak semua pengertian
dapt di isyaratkan, keragaman isyarat sesuai dengan daerah dan kehendak
pembuatan isyarat, dan membatasi anak tunarungu pada lingkungan yang dapat
mengerti isyarat-isyaratnya.
2. Metode
oral
Dasar
metode ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa anak tunarungu sebagai anggota
masyarakat harus menyesuaikan diri kepada pola kehidupan di sekitarnya,
termasuk bahasanya, didukung oleh pengalaman bahwa anak tunarungu mampu
berbicara kalau mendapat perhatian dan latihan secara teratur.
Keuntungan metode ini :Metode
ini lebih menguntungkan dalam memperluas komunikasi anak dengan masyarakat
sekitarnya dan dapat memungkinkan kegiatan belajar mengajar yang lebih
sistematis.
Kelemahan metode ini :Kelemahan
utama terletak pada keterbatasan kemampuan anak tunarungu dalam menangkan dan
mengeluarkan bahasa lisan.
Selain
dengan metode diatas pengembangan Sains pada gangguan pendengaran dapat pula
dilakukan dengan pendekatan multy sensory terhadap anak pembelajaran
Sains.Serta dapat pula dengan melalui kegiatan-kegiatan yang bervariasi, dan
penyajian pembelajaran secara visual-gerak.
2.4 Pengembangan Sains pada
Penderita Gangguan Emosional
A. Pengertian gangguan
emosional
Gangguan
emosional di artikan sebagai ketidak mampuan anak dalam belajaryang tidak jelas
oleh faktor kesehatan, intelektual, dan sensorik. Sejumlah anak menunjukkan
prilaku yang merusak kemampuannya sendiri, sehingga perkembangan dirinya dan
peran sosial menjadi terhambat. Permaslahan tersebut diakibatkan oleh banyak faktor.
Bisa saja mereka kurang percaya diri, anak mudah takut, anak depresi, mempunyai
sikap penentang atau karena mereka senang menghabiskan waktu sesuai kehendak
hatinya. Gangguan tersebut merupakan alasan mengapa anak tidak dapat
beraktivitas secara baik dan wajar dalam
pembelajaran sains. Untuk mengetahui
penyebabnya sebaiknya anak harus dibawa ke psikolog.
Aktivitas
sains mempunyai fungsi terapi yang penting bagi gangguan emosional pada anak.
Kegiatan sains yang dilakukan oleh anak akan mampu mengontrol luapan emosi pada
anak. Caranya adalah dengan pembelian berbagai aktivitas yang bervariasi dan
dapat dilakukan anak dengan penuh daya tarik yang mengundang anak untuk
memanipulasinya dengan berbagai cara. Jika anak merasakan kesuksesan dalam
kegiatan, maka akan tumbuh rasa percaya diri yang tinggi pada setiap kegiatan
yang dilakukannya. Kita tidak perlu melakukan tindakan selalu mengarahkan
perubahan emosi anak, yang penting adalah kita harus menciptakan kemampuan
kondisi pembelajaran sains yang dapat melibatkan mereka secara wajar, sehingga
anak merasakan manfaat dihargai oleh guru.
Tentu
jenis gangguan emosi dapat di fasilitasi dalam kegiatan pembelajaran sains yang
digabung dengan anak normal adalah jenis gangguan emosi yang masih dapat
dikendalikan dan secara klinis dapat di kontrol melalui aktivitas yang
diskenariokan oleh guru. Sedangkan gngguan emosional yang tidak terkendali akan
mengganggu teman-temannya, sebaiknya difasilitasi dengan cara lain pula,
misalkan tidak pada sekolah yang sama. Tetapi ingat, secara umum kita tidak
bisa memilah – milah dari awal tentang tindakan perlakuan khusus yang kita
lakukan. Jadi, sebetulnya cara terbaik adalah guru harus hati – hati
menyimpulkan tentang prilaku anak, dan dalam melakukan tindakan – tindakannya. Karena tujuan dari tugas guru adalah
mengembalikan anak pada perkembangan anak dan perolehan pengalaman belajar yang
benar dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.
B.Karakteristik umum
dan khusus anak yang mempunyai gangguan emosional
Terdapat
3 karakteristik umum yang nampak pada
anak yang mengalami gangguan emosional ringan dan sedang :
1. Hasil
belajar anak rendah dibidang akademik
2. Hubungan
interpersonal anak yang miskin
3. Anak
memiliki harga diri yang rendah .
Dalam
hasil belajar yang rendah, salah satu kesalahan konsepsi yang umum ialah bahwa
anak dengan gangguan emosional adalah cerdas, termotivasi untuk berbuat dan
sukses dalam sekolah. Meskipun konsepsi ini ada benarnya, kebanyakaan anak yang
mengalami gangguan emosional ringan dan justru performansinya kurang pada tes
intelegensi dan dalam semua bidang hasil belajar akademik jika di bandingkan
teman sebaya mereka yang tidak mengalami gangguan emosional.Dari segi hubungan
interpersonal yang miskin yang dialami anak dengan gangguan emosional, anak sering
digambarkan sebagai anak blak – blakkan karena mereka kehilangan keterampilan
sosial dan sfat kepribadian yang menyenangkan bagi orang lain, guru, orang tua,
dan teman sebaya.Dari segi harga diri yang rendah anak dengan gangguan
emosional seringkali memiliki perasaan yang kurang terhadap kebenaran diri dan
konsep dirinya.
Sedangkan
karakteristik khusus yang ditunjukkan oleh anak menurut Achen bach dan
Edelbrock (1981) anak betindak kepada kaum muda dengan tidak hormat, menentang,
tidak dapat konsentrasi, hiperaktif, pusing, menangis, meminta perhatian, kejam
terhadap orang lain, merusak barang miliknya dan orang lain, tidak tunduk
peraturan sekolah dan dirumah, mersa tidak bersalah, merasa tidak
dicintai,merasa benar dan bertingkah laku marah. Karakteristik diatas
menunjukkan perbedaan yang berarti
antara anak yang mengalami gangguan emosional dengan anak normal.
C. Strategi Pengembangan Sains pada
gangguan emosional
Aktivitas
Sains mempunyai terapi yang penting bagi ganguan emosional anak. Kegiatan Sains
yang dilakukan akan mampu mengotrol luapan emosi anak tersebut.Caranya dengan
memberikan aktivitas yang bervariasi dan dapat dilakukan dengan penuh daya
tarik dan mengundang anak memanupulasi dengan berbagai cara.Kita tidak perlu
melakukan tindakan yang selalu mengarah pada perubahan emosi pada anak, yang
terpenting adalah kita harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran Sains yang
dapat melibatkan anak secar tepat dan wajar, sehingga anak dapat merasakan
manfaat dihargai oleh kita.Sehingganya pembelajaran Sains dilakukan dengan
berbagai akivitas kegiatan Sains yang penuh dengan penanaman nilai sikap yang
dapat memberi dampak yang baik bagi anak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengembangan
Sains pada anak usia dini yang berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan
berbagai metode dan strategi tergantung pada keterbatasan yang dimiliki
anak.Strategi dan metode pengembangan Sains dapat memberikan kebebasan pada
anak yang mamiliki keterbatasan khusus tapi dapat melakukan kegiatan selayaknya
anak normal tanpa ada pembetasan pembelajaran karena anak mempunyai
keterbatasan.Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana merancang kegiatan,
metode, sumber kegiatan dan alat yang akan digunakan pada anak berkebutuhan
khusus sehingga dapat dikembangkan segala aspek perkembangan anak.
Pengembangan
Sains pada gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan huruf timbul (sistem
moon), huruf Braile, atau dengan alat-alat yang dapat membantu dalam
pembelajaran seperti audio-tape dan teknik-teknik multy sensory yang harus
dikuasi oleh seorang guru.Pengembangan Sains untuk anak penderita gangguan
pendengaran dapat dilakukan dengan metode isyarat, metode oral, pendekatan
multy sensory dan dengan berbagai kegiatan yang bervariasi.Dan pengembangan
Sains untuk anak dengan gangguan emosional dapat dilakukan dengan berbagai
aktivitas pembelajaran Sains yang penuh dengan penanaman nilai sikap yang dapat
memberikan dampak yang baik pada perubahan sikap anak.
3.2 Kata Penutup
Demikian makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas
Metodologi Pengembangan Sains pada Anak Usia Dini, semoga ini dapat memberi
manfaat dan kami mohon maaf bila dalam makalah ini terdapat kesalahan kata
maupun penlisan.
DAFTAR
PUSTAKA
Suyanto,Slamet.2005.Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Jakarta.DEPDIKNAS
Soekini,Ts Pradopo.1997.Pendidikan Anak-Anak Tuna Netra.Jakarta.DEPDIKKEB
Nugraha,Ali.2008.Pengembangan
Pembelajaran Sains Pada Anak Usia dini.Bandung.JILSI foundation.
Sandrawinata,Emon.1997.Pendidikan Anak-Anak Tuna Netra.Jakarta.DEPDIKKEB
Hadis,Abdul.2006.Pendidikan
Anak Berkebutuhan Autistik.Bandung.Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar