Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengamati kemampuan anak dalam mengenal karakter yang ditanamkan pada anak melalui
cerita-cerita rakyat budaya lokal dan bagaimana proses pembelajaran tersebut
dapat terlaksana pada anak usia dini. Adapun metode penelitian ini yaitu
penelitian tindakan menggunakan model Stephen Kemmis dimulai dari tahap
perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Target dalam penelitian ini terbagi dua yaitu untuk anak dan guru. Anak diharapkan dapat mengenal karakter yang
terlihat dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotor. Guru dapat melaksanakan
pembelajaran menggunakan cerita rakyat untuk mengenalkan karakter pada
anak. Luaran penelitian ini yaitu buku
panduan untuk guru PA UD, artikel dan laporan hasil penelitian.
A.
Pendahuluan
Indonesia mengalami krisis
dalam berbagai bidang seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi,
sosial dan budaya. Kecintaan dan pengabdian terhadap bangsa terkikis karena pengaruh dari gaya hidup luar. Krisis ini
kuncinya terletak pada sumber daya manusia. Untuk itu perlu peningkatan
kualitas SDM melalui pembentukan karakter bangsa. Hal ini terjadi karena kemajuan bangsa terletak pada karakter
bangsa tersebut. Karakter perlu dibentuk dan dibina sedini mungkin agar
menghasilkan kualitas bangsa yang berkarakter. Erikson dalam Papalia, dkk (2008: 370) dan Brewer (2007: 20)
mengatakan bahwa kesuksesan anak mengatasi konflik pada usia dini menentukan
kesuksesan anak dalam kehidupan sosial dimasa dewasa kelak. Dengan
demikian, pendidikan karakter potensial untuk dibentuk sejak usia dini terkait
masa keemasan.
Pendidikan anak usia
dini merupakan pendidikan awal pembentukan manusia. Pada usia ini otak
berkembang 80 persen sampai usia 8 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa anak lahir dengan 100 milyar sel otak. Ketika
memasuki usia dini, koneksi tersebut berkembang sampai beberapa kali lipat dari koneksi awal yaitu sekitar 20.000 koneksi
(Jalongo: 2007: 77). Hal ini yang menyebabkan anak mampu menyerap segala
sesuatu dari lingkungannya dengan sangat
luar biasa. Lingkungan yang diserap dapat positif atau negatif. Jika anak berada dalam lingkungan yang positif maka anak
terbentuk positif demikian pula sebaliknya.
Untuk
itu anak harus dibiasakan untuk berada dalam lingkungan yang positif sehingga menghasilkan
kebiasaan yang positif.
Lingkungan disekitar
anak mencakup keluarga, sekolah, dan masyarakat. Budaya menjadi bagian dalam
lingkungan tersebut. Pendidikan dalam keluarga mewarisi nilai budaya yang didapat secara turun temurun. Orang
tua mendidik anak sesuai dengan bagaimana cara nenek moyang mendidik anak-anaknya. Lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat yang berbudaya memberi
peluang bagi pendidikan karakter untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya yang positif dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan pendidikan
berbasis budaya lokal untuk melestarikan budaya lokal yang positif. Salah satunya caranya adalah dengan mengenalkan dan
membiasakan anak untuk mendengar, dan membaca cerita-cerita rakyat yang
ada di daerahnya.
Begitu banyak
cerita-cerita rakyat yang diwariskan memiliki nilai-nilai luhur untuk membentuk karakter anak yang sudah semakin
hilang dan tidak dikenal. Pendidik lebih memilih
cerita-cerita yang diterjemahkan dari luar negeri untuk bercerita. Salah satu
penerbit buku sangat produktif untuk
menerjemahkan buku anak dari Barat dalam bahasa Indonesia dengan
pandangan untuk membentuk budaya gemar membaca. Buku-buku tersebut misalnya
wanita berkerudung merah, cinderela, putri aurora, si cantik dan monster (beauty
and the beast), goldilock dan tiga beruang, pinokio, dan lain
sebagainya yang mengandung sangat sedikit nilai moral yang dapat
membentuk karakter bangsa. Dapat dikatakan bahwa sangat sedikit bahkan sangat
terbatas buku-buku cerita rakyat yang dikemas untuk anak usia dini, dengan
gambar yang menarik, sedikit tulisan dan alur cerita yang mudah dipahami.
Pengenalan karakter
untuk anak usia dini melalui cerita rakyat budaya lokal tidak hanya dirangsang dengan media bergambar
dalam bentuk buku cerita, namun dapat pula dengan
boneka-boneka, wayang, dan berbagai media agar anak dapat belajar memahami
jalan cerita yang konkrit. Selain itu media yang menarik dapat memotivasi anak
untuk tetap fokus mendengarkan cerita. Namun kenyataannya, pendidik
kurang kreatif dalam menciptakan alat peraga
untuk bercerita. Hal ini berdampak pula pada minat anak terhadap kegiatan
tersebut.
Beberapa penelitian
yang mendukung pentingnya cerita rakyat ini untuk anak usia dini yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Chasanah dkk (2008: 45). Penelitian pragmatik sastra ini mengkaji
satu cerita rakyat yang mengandung pesan moral cukup banyak dan dapat dikembangkan untuk anak
usia dini. Peneliti menyarankan untuk melakukan telaah lebih dalam pada cerita-cerita rakyat yang masih
ada secara lisan sebagai bentuk pelestarianterhadap
cerita rakyat, mengingat kandungan nilai-nilai budaya yang ada didalamnya dapat diturunkan
pada generasi seterusnya.
Penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Piaget, Kohlberg dalam Musfiroh (2008: 66) juga menunjukkan bahwa
cerita berperan dalam pembentukan moral. Piaget pada tahun 1965 mengukur perkembangan
moral anak dengan menggunakan cerita. Cara yang dilakukan adalah dengan menyimak
pertimbangan moral anak setelah mendengar cerita. Kohlberg juga demikian
mengukur moral dengan cara yang sama yaitu menggunakan cerita. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan moral judgement
interview.
Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengamati kemampuan anak dalam mengenal karakter yang
ditanamkan pada anak melalui cerita-cerita rakyat budaya lokal dan bagaimana proses pembelajaran tersebut
dapat terlaksana pada anak usia dini. Penelitian ini dibatasi pada anak usia
4-6 tahun yaitu anak yang berada pada jenjang pendidikan prasekolah jalur formal yaitu taman kanak-kanak. Sampel
penelitian mengambil sekolah dengan kriteria sekolah unggulan yaitu TK
Pembina Umbul Harjo dan TK Pedagogia. Cerita rakyat budaya lokal adalah cerita-cerita rakyat yang ada di
Yogyakarta. Pengenalan karakter mengacu pada 15 pengembangan karakter sesuai dengan suplemen kurikulum berdasarkan PP
No. 58 dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pengenalan karakter di
sekolah tersebut.
Adapun sistematika
penelitian ini dimulai dari pengamatan peneliti ke lapangan untuk melihat karakteristik dan kebutuhan anak
terhadap pembentukan karakter yang harus dikenalkan pada anak. Kemudian dari
hasil pengamatan tersebut, peneliti beserta guru melakukan analisis terkait karakter yang ingin dikenalkan pada anak.
Peneliti bersama dengan guru mencari cerita-cerita rakyat yang terkait dengan
karakter tersebut. Lalu merancang cerita dalam pembelajaran yang dilakukan
secara langsung dalam kegiatan bercerita atau kegiatan lain yang
bersifat eksploratif.
B.
Kajian Pustaka
Penelitian
ini mengkaji karakteristik anak usia taman kanak-kanak dalam seluruh ranah perkembangan,
pendidikan karakter untuk anak usia dini dan cerita rakyat. Berikut ini telaah
teori masing-masing kajian.
1. Karakteristik
Anak Usia 4-6 Tahun
Pendidikan
anak usia dini menurut UU no. 20 tahun 2003 adalah suatu
upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pengertian ini mengandung arti bahwa
pendidikan merupakan bentuk kegiatan yang direncanakan dan diprogram dengan sedemikian rupa agar mampu
mengembangkan semua aspek perkembangan anak. Hal ini mengacu pada dasar
penelitian neorologis yang memaparkan potensi saraf untuk berkembang pada usia
tersebut. Dengan demikian pendidikan karakter sejak
dini merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi anak.
Dalam kaitannya dengan
perkembangan anak, untuk merancang sebuah program, pendidik harus memahami terlebih
dahulu potensi rata-rata yang dimiliki anak pada setiap aspek. Hal ini bertujuan untuk membuat
program yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam penelitian
ini, pendidik mencoba merancang kegiatan bercerita dengan
cerita-cerita rakyat untuk mengenalkan karakter pada anak usia dini.
Perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun
menurut Piaget (Jamaris: 2011: 37-3 8) masuk dalam tahap berpikir
praoperasional konkrit. Pada usia ini anak masuk dalam tahap berpikir intuitif yaitu fase dimana anak memiliki
banyak pengetahuan namun tidak tahu bagaimana anak mengetahui hal
tersebut. Tahap ini mencirikan rasa ingin tahu anak sangat besar terhadap
sesuatu, banyak mengajukan pertanyaan, mampu untuk mengetahui alasanalasan
logis yang primitif, belum dapat memahami prinsip konservasi, dan anak belajar melalui
contoh-contoh yang dilihat ketika bermain.
Perkembangan sosial anak usia taman
kanak-kanak dalam Sujiono (2005: 81) yaitu kemampuan anak untuk bebas bicara
pada diri sendiri, orang lain dan mainannya; berbicara lancar; bermain dalam
kelompok; mulai menyenangi kisah seseorang/tokoh dalam film atau cerita.
Penanaman nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat pada anak dilalui
dalam proses sebagai berikut yaitu; 1) tahap imitasi, tahap peniruan anak
terhadap tingkah laku atau sikap dan cara pandang orang dewasa (model); 2)
tahap identifikasi, tahap menyamakan tingkah laku sosial orang yang berada di
sekitarnya sesuai perannya kelak di masyarakat; 3) tahap internalisasi, tahap
penanaman dan penyerapan nilai-nilai yang relatif menetap sehingga
menjadi nilai yang tertanam dan menjadi milik orang tersebut.
Perkembangan bahasa anak meliputi empat
aspek pengembangan yaitu aspek mendengarkan/menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek ini berkembang berkelanjutan
dengan pengertian bahwa aspek membaca dan menulis terbentuk dari kemampuan
aspek menyimak dan berbicara lebih dahulu (bahasa oral). Adapun beberapa kriteria buku bacaan yang dapat menarik minat anak
dalam membaca menurut Jalongo (2007: 162, 187) yaitu dibagi atas tiga
tahap yaitu tahap membaca pemula, tahap berkembang, dan tahap mandiri. Bacaan
tahap pemula atau awal memiliki ciri yaitu pendek dan dapat diperkirakan,
berulang-ulang, menggunakan bahasa yang sederhana, menggunakan irama, teksnya
sederhana, mudah diingat, gambar dan teks sesuai, gambar sangat dominan.
Karakteristik bacaan untuk tahap berkembang memiliki ciri yaitu lebih panjang,
lebih kompleks, kosa kata lebih banyak,
banyak tulisan dan gambar seimbang. Karakteristik bacaan untuk tahap
mandiri yaitu ilustrasi gambar sedikit, kosakata lebih banyak dan menantang, lebih
banyak karakter yang dikenalkan pada anak, unsur cerita lebih berkembang.
Perkembangan minat
pada anak berkembang dapat dilihat dari pengamatan pada saat melakukan kegiatan,
pertanyaan anak yang diberikan terus menerus, pokok pembicaraan yang mengarah pada minat anak, pilihan buku
bacaan, hasil menggambar spontan, jawaban atas pertanyaan spontan yang
diutarakan orang dewasa kepada anak, dan segala bentuk hasil karya anak.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Hurlock (1979: 116-143) mengidentifikasi beberapa minat yang umum pada anak-anak yaitu minat
terhadap tubuh manusia, penampilan, pakaian, nama, lambang status,
agama, jenis kelamin, dan pekerjaan dimasa mendatang.
Perkembangan moral anak oleh Kohlberg
(Crain: 2007: 231-239) dibagi atas tiga tingkatan
yaitu moralitas prakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Moralitas
prakonvensional terbagi atas 2 tahap
yaitu tahap pertama, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Moralitas dari suatu tindakan dinilai
atas dasar akibat fisik. Tahap kedua, anak menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan.
Moralitas konvensional dibangun atas dasar persesuaian dengan peraturan
untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan
untuk mempertahankan hubungan baik dengan orang lain. Tahap ini dibagi
atas dua tahap yaitu tahap penyesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan
orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka.
Tahap kedua, anak harus berbuat sesuai
dengan peraturan yang berlaku dalam masyarakat
agar dapat diterima dan terhindar dri ketidaksetujuan sosial. Moralitas
terakhir pascakonvensional yaitu moralitas yang sesungguhnya, tidak
perlu disuruh merupakan kesadaran dari diri orang tersebut. Tahap ini pula
terbagi atas dua tahap yaitu tahap dimana seseorang
perlu keluwesan dan adanya modifikasi dan perubahan standar moral jika dapat menguntungkan
kelompok secara keseluruhan. Tahap selanjutnya adalah tahap seseorang menyesuaikan diri dengan
standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindarkan rasa
tidak puas dengan diri sendiri.
Acuan karakteristik
perkembangan anak usia 4-6 tahun di atas adalah sebagai pedoman untuk
merancang kegiatan bercerita agar cerita-cerita rakyat dapat disampaikan menarik dan tepat sasaran sebagai upaya
untuk membangun karakter anak didik.
2.
Pendidikan Karakter
.D\DXte\BdD\i DhDsDBy RDRiByDRgB \D\tiB“to m IstilDhBiRi BfoXLIBpDL IRdDXDR atau
tingkah laku. Menurut Muslich (2011: 71) karakter memiliki dua pengertian yaitu
menunjukkan bagaimana orang bertingkah laku
dan berkaitan dengan personaliti. Berkaitan dengan seorang yang
bertingkah laku, jika seseorang bertingkah laku baik seperti suka menolong,
jujur, menunjukkan karakter mulia dan ini berlaku pula sebaliknya. Karakter berkaitan dengan personaliti maksudnya adalah
seseorang yang disebut berkarakter jika tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Menurut kamus besar bahasa Indonesia
karakter terkait dengan watak. Watak
diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti;
dan tabiat. Dengan demikian, karakter adalah bentuk
tingkah laku yang ditunjukkan sesuai dengan kaidah moral dan budi pekerti.
Likona dalam Muslich (2011: 75) menekankan
tiga komponen karakter yang baik dan harus
ditanamkan sejak dini yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan
moral). Tiga komponen ini sangat diperlukan untuk
dapat memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebijakan. Hal ini menjawab kebutuhan bahwa pendidikan moral
dalam pembelajaran tidak hanya diberikan dalam bentuk hafalan (kognitif), namun lebih pada pengembangan moral
tersebut yang terinternalisasi dalam
diri manusia. Hal ini sesuai pula dengan pengertian pendidikan karakter dalam PP No.5 8 yaitu pendidikan yang
melibatkan penanaman pengetahuan, kecintaan
dan penanaman perilaku kebaikan yang menjadi sebuah pola/kebiasaan. Berdasarkan
pengertian tersebut maka pendidikan karakter adalah pendidikan yang membentuk
tingkah laku seseorang agar sesuai dengan kaidah moral baik dalam segi kognitif,
afektif dan psikomotor.
Pembentukan karakter
pada anak usia dini dilakukan melalui pembiasaan. Adapun tujuannya adalah agar
anak mempraktekkan langsung nilai-nilai tersebut dan terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik dengan harapan
nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam kehidupan anak. Penanaman nilai
pendidikan karakter pada anak usia dini sesuai PP No.58 suplemen kurikulum
mencakup empat aspek yaitu aspek spiritual, aspek personal, aspek sosial dan aspek lingkungan. Nilai-nilai yang dianggap
baik dan penting untuk dikenalkan dan diinternalisasikan untuk anak usia dini sesuai suplemen PP No.58
yaitu mencangkup; kecintaan terhadap Tuhan YME, kejujuran, disiplin, toleransi
dan cinta damai, percaya diri, mandiri,
tolong meno long, kerjasama dan gotong royong, hormat dan sopan santun,
tanggung jawab, kerja keras, kepemimpinan dan keadilan, kreatif, rendah
hati, peduli lingkungan, cinta bangsa dan tanah air. Berikut ini penjabaran
dari masing-masing nilai tersebut dan implikasinya.
Kecintaan terhadap Tuhan YME dapat
diartikan sebagai nilai yang didasarkan pada perilaku yang menunjukkan
kepatuhan kepada perintah dan larangan Tuhan YME yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun contoh dari penanaman nilai ini yaitu menunjukkan rasa sayang dan cinta kasih kepada
ciptaan Tuhan melalui belaian dan rangkulan,
menolong teman, menghargai teman, dan lain sebagainya. Toleransi dan cinta damai
dapat diartikan sebagai penanaman kebiasaan bersabar, tenggang rasa, dan
menahan emosi dan keinginan. Adapun contoh perilaku yang dapat ditanamkan yaitu
sabar menunggu giliran, saling berbagi,
bekerja sama, menunjukkan ekspresi yang wajar ketika sedang marah, sedih,
atau gembira.
Disiplin adalah nilai yang berkaitan dengan
ketertiban dan keteraturan. Contoh dari penanaman sikap disiplin yaitu membantu
anak untuk mengatur waktu bermain, datang tepat waktu. Kejujuran adalah keadaan yang terkait dengan ketulusan dan
kelurusan hati untuk berbuat benar.
Adapun contoh penanaman nilai ini yaitu dapat ditanamkan pendidik pada anak dengan cara memberi fasilitas kotak khusus
untuk temuan. Setiap anak yang menemukan sesuatu yang bukan miliknya
dapat meletakkan barang tersebut dalam kotak temuan sehingga setiap teman yang
merasa kehilangan dapat mencari barang yang hilang tersebut dalam kotak temuan.
Jika di rumah nilai kejujuran dapat ditanamkan dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anak dan mempercayai cerita
tersebut sebagai sebuah
kebenaran sambil meyakinkan anak bahwa cerita tersebut memang benar.
Percaya diri adalah sikap yang menunjukkan
bahwa anak mampu memahami diri dan nilai
harga diri. Adapun contoh penanaman nilai ini yaitu dengan cara memberikan
pujian atau penguatan tentang semua apa yang dimiliki oleh anak sehingga anak
mampu menerima diri secara positif, misalnya, mengatakan kamu pasti
bisa, kamu pintar sekali, coba lagi, woZKhNsi\XO yNDuX\uNrXb sN.XMa h
perilaku yang tidak bergantung pada orang lain. Penanaman ini bertujuan untuk membiasakan anak
menentukan, melakukan, memenuhi kebutuhan
sendiri tanpa bantuan atau dengan bantuan yang seperlunya. Adapun contoh
penanaman nilai ini yaitu memberi anak kesempatan untuk mencoba mengerjakan
sesuatu sendiri,
misalnya memakai pakaian sendiri, makan sendiri, memakai sepatu sendiri, mengerjakan
tugas sendiri.
Kreatif adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang belum
pernah ada sebelumnya dengan menekankan kemampuan
yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan
operasional anak kreatif. Adapun contoh penanaman nilai ini adalah pendidik harus bersikap terbuka, memiliki
toleransi yang tinggi dan memaparkan ide-ide kreatif lain sehingga anak
mampu menciptakan kreatifitas sendiri, misalnya,
mengajak anak melihat pameran, berkarya wisata, menyediakan berbagai buku bacaan.
Kerja keras adalah nilai yang berkaitan
dengan perilaku pantang menyerah yaitu mengerjakan sesuatu hingga selesai
dengan gembira. Adapun contoh perilaku ini yaitu anak dapat mencoba dan terus mencoba, mengerjakan tugas sampai selesai,
berusaha mencari atau menyelesaikan tugas sendiri dengan berbagai cara.
Tanggung jawab adalah nilai yang terkait dengan kesadaran untuk melakukan dan
menanggung segala sesuatunya. Adapun contoh penanaman
nilai ini misalnya, membereskan mainan sendiri sehabis bermain, menyelesaikan tugas
yang diberikan, mengembalikan buku atau peralatan lain pada tempatnya.
Rendah hati adalah
mencerminkan kebesaran jiwa seseorang dan sikap tidak sombong dan bersedia
untuk mengalami kehebatan orang lain. Contoh perilaku ini meminta maaf jika salah, memuji karya teman dengan kata-kata,
menghargai hasil karya teman dan lain-lain. Hormat dan santun adalah nilai yang
terkait dengan tata krama penghormatan pada orang lain yang sesuai dengan norma budaya. Contoh perilaku ini adalah berbicara
bergantian, meminta dengan
sopan, mengucapkan terima kasih, mengucapkan tolong jika membutuhkan bantuan.
Tolong menolong,
kerjasama dan gotong royong adalah merupakan bentuk kemampuan sosialisasi dan
kematangan emosi. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah membuat
strategi pembelajaran yang dilakukan berkelompok, menggunakan metode proyek,
mengatur pembagian tugas. Kepemimpinan dan keadilan dapat ditunjukkan dengan mau
menjadi pemimpin, mengajak teman untuk melakukan hal yang baik, menjadi
penengah, mau menerima berbagai keadaan orang lain, mampu memecahkan masalah
dengan memperhatikan kepentingan orang lain.
Peduli lingkungan
merupakan sikap merawat, menjaga dan respon terhadap lingkungan. Nilai ini dapat
dikembangkan dengan membuang sampah pada tempatnya, merawat tanaman dan binatang, membersihkan pekarangan
dan kelas, merapikan tempat mainan, memanfaatkan barang bekas sebagai media
pembelajaran/ alat untuk bermain. Cinta tanah air dan bangsa merupakan sikap rela berkerban
dan menghargai hasil buatan bangsa. Penanaman
nilai ini dengan mengenalkan produk-produk Indonesia dalam berbagai bidang, mengenalkan cerita-cerita kepahlawanan, cerita
rakyat, dan berbagai hasil seni dan budaya yang dimiliki bangsa, berkunjung ke beberapa tempat wisata bersejarah
dan lain sebagainya.
3.
Cerita Rakyat
Kiefer (2010: 227) dalam Nut\paSSyaQyQ\tu e been
defined as all forms of narrative, written or oral, which have come to be handed down through
the years' Termasuk didalamnya epik,
balada, legenda, mitos dan fabel. Sesuai pula dengan pengertian cerita
rakyat menurut Mustakim (2005: 53) yaitu cerita yang disampaikan secara lisan
dari mulut
ke mulut, dari generasi ke generasi lainnya yang tidak diketahui nama
pengarangnya.
Kiefer (2010: 233-239) membuat beberapa
ciri cerita rakyat yang dapat dibedakan dengan cerita lain yaitu struktur alur,
karakter, tema, motif, dan jenis. Struktur alur dalam cerita rakyat sederhana dan mengarah, terdiri dari pengulangan-pengulangan
baik tanggapan, nyanyian dan puisi,
waktu dan tempat dalam cerita tidak spesifik namun menceritakan sesuatu yang indah, biasanya pembukaan cerita
menampilkan konflik, karakter dan tempat, kesimpulan cerita mengikuti
klimaks yang sangat cepat dan detail. Struktur dalam cerita rakyat, dikenalkan dengan sangat cepat. Karakter
cerita untuk anak lebih tegas menunjukkan kebaikan atau bahkan
sebaliknya berprilaku kejam dan jahat. Tema-tema yang sering diminati
anak-anak berisi konflik dan diakhiri dengan penyelesaian yang indah.
Karakteristik cerita untuk anak yang sudah
disesuaikan untuk anak Indonesia oleh Musfiroh
(2008: 3 3-45) dijelaskan dalam tujuh karakeristik. Karakteristik tersebut
yaitu tema, amanat, plot, tokoh dan
penokohan, sudut pandang, latar, dan sarana kebahasaan. Tema untuk anak TK sebaiknya tungga bertema sosial
maupun ketuhanan, bersifat tradisional (bertentangan baik dan buruk,
kebenaran dan kejahatan). Amanat dapat diartikan sebagai pesan moral. Untuk
anak usia dini amanat harus ada baik eksplisit maupun implisit. Guru berperan
dalam memilih cerita yang mengandung amanat kepada anak. Hal ini mempengaruhi ketertarikan anak terhadap cerita.
Guru disarankan untuk memilih cerita yang mengandung amanat tidak
terlalu dekat dengan permasalahan anak karena anak merasa sebagai
objek sindiran dalam cerita tersebut.
Plot atau alur dalam cerita untuk anak usia
dini harus sederhana, tidak terlalu rumit untuk dipahami, berurut, berulang dan
mudah untuk ditebak, durasi waktu cerita tidak terlalu lama, mengingat anak
memiliki rentang perhatian yang cukup pendek. Tokoh dan penokohan untuk anak bersifat rekaan, memiliki kemiripan
dengan individu dalam kehidupan yang sesungguhnya, jelas dan sederhana
(memiliki sifat baik saja atau buruk saja), jumlah terbatas, mudah diingat, dan dikenal anak. Sudut pandang
dipilih yang memudahkan anak untuk mengidentifikasi, menginterpretasi, dan
memahami cerita dengan bantuan pencerita
yang menyampaikan tentang tokoh, peristiwa, tindakan, dan motivasi dari cerita tersebut. Latar cerita untuk anak bebas
dalam latar apapun, sesuai dengan perkembangan
kognitif dan moral anak, latar yang tepat dapat digunakan besok dan sekarang,
menghindari rincian waktu agar anak tidak terbebani mengingat detail waktu tersebut,
dan tidak dijelaskan secara detail.
Sarana kebahasaan cerita untuk anak harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan bahasa
anak dalam hal kosakata, dan struktur kalimat sesuai dengan tingkat perolehan
anak. Kosakata untuk anak berisi kata-kata yang mudah, berisi beberapa
konsep numerik dasar, beberapa kata sifat, kata adverb, kata rujukan orang
preposisi, kata sambung. Kosakata sebaiknya
tidak bermakna ganda dan tidak konotatif, kata sering diulang-ulang, terutama kata yang penting, sederhana, tepat, mudah
dicerna dan diingat anak. Struktur kalimat dalam cerita untuk anak
berisi 4 kata satu kalimat untuk anak usia 4 tahun, 5 kata untuk 5 tahun, 6
kata untuk 6 tahun. Kalimat pendek, kadang-kadang berisi kalimat negatif,
kalimat lebih banyak kalimat aktif daripada
kalimat pasif, berisi sedikit kalimat majemuk bertingkat, berisi kalimat
langsung dan literal.
C.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian tindakan oleh Kemmis (Mills: 2003: 16). Pada penelitian ini peneliti berkolaborasi dengan
guru setempat dalam melakukan asesmen, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi. Adapun luaran dari penelitian ini yaitu buku panduan untuk guru
PAUD dalam mengenalkan karakter untuk anak usia dini melalui cerita rakyat budaya
lokal, artikel, dan laporan penelitian. Penjelasan setiap tahap dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Siklus Penelitian Pengenalan Karakter Untuk Anak Usia Dini Melalui Cerita
Rakyat Budaya Lokal (Action Research, diambil dari Model Stephen Kemmis,
1988)
D.
Jadwal Penelitian
Jadwal
penelitian diperkirakan sebagai berikut:
Tabel 1. Jadwal Rencana Penelitian
E. Personalia Penelitian
Personalia dalam penelitian ini terdiri atas 5 orang yaitu satu orang ketua, dua anggota
dan dua mahasiswa. Berikut ini data masing-masing personalia tersebut.
F.
Rencana Biaya
Berikut
ini acuan biaya yang direncanakan dalam penelitian ini.
Tabel
2. Rencana Biaya Penelitian
Daftar
Pustaka
Brewer, Jo Ann. 2007. Introduction
to Early Childhood Education: Preschool through Primary Grades. USA: Pearson Education, Inc.
Chasanah,
Ida Nurul, dkk. 2008. Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat Ranggana Putra Demang
Balaraja: Kajian Prakmatik Sastra. Jurnal Penelitian Dinas Sosial Vol. 7, No. 1, April 2008
Crain,
William. 2007. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hurlock, Elizabeth B.
1978. Perkembangan Anak, Jilid 2. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Jalongo, Mary Renck. 2007.
Early Childhood Language Arts. USA: Pearson Education, Inc.
Jamaris, Martini. 2011.
Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Penamas Murni
Kiefer, Barbara Z. 2010.
Charlotte Huck’Children’Literature. New York: Hill Companies
Mills, Geoffrey E.
2003. Action Research A Guide For The Teacher Researcher, Second Edition. USA: Pearson Education
Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Memilih,
Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Muslich,
Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: PT. Bumi Aksara
Mustakim, Muh. Nur. 2005. Peranan Cerita
dalam Pembentukan Perkembangan Anak TK. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Papalia, Diane E., dkk.
2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana
Sujiono,
Bambang dan Yuliani Nurani. 2005. Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini Panduan Bagi Orang Tua
dalam MembinaPerilaku Anak Sejak Dini. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
ANALISIS ARTIKEL
pengenalan
KARAKTER untuk ANAK USIA DINI melalui cerita rakyat budaya lokal
No
|
Bentuk
analisis
|
Pembahasan
|
1.
|
Jenis
artikel
|
-
Artikel penelitian
“artikel
penelitian adalah artikel yang melaporkan hasil penelitian yang telah
dilakukan”.
|
2.
|
a. persyaratan
penulisan artikel
-pengaturan
penulisan
1) Spasi
(1,5 )
2) Jenis
huruf (time new sromen)
3) Ukuran
kertas (A4)
4) Margin
last costum setting (top 2.54 cm, left
2.80 cm, bottom 2.54 cm, dan right 2.54 cm )
-panjang
artikel (10-15 hal )
-penulisan
istilah asing ( huruf miring)
|
-
Penulisan artikel pengenalan karakter untuk anak usia dini melalui cerita
rakyat budaya lokal belum mengikuti peraturan penulisan artikel secara benar.
-
Artikel menggunakan spasi A4
-
spasi pengaturan artikel tidak 1,5 tapi exactly
-
Artikel menggunakan jenis huruf “Times
New Roman”
-
Artikel menggunakan ukuran kertas A4
-
Artikel menggunakan margin last costum
setting yang berbeda dengan aturan artikel, bahkan pengaturan artikel
tidak jelas.
-
Artikel mempunyai 15 halaman
-
Penulisan istilah asing sudah dengan huruf miring (italic).
|
3.
|
b. sistematika
penulisan artikel penelitian
- judul
-baris
kepemilikan
-abstrak
-kata
kunci
-pandahuluan
-metode
penelitian
-hasil
-pembahasan
-simpulan
dan saran
-daftar
rujukan
|
-
Judul pada artikel sudah mengikuti pola, judul terdiri dari 5-15 kata dan
judul sudah mencerminkan isi artikel.
-Baris
kepemilikan tidak ada, seharusnya menggunakan baris kepemilikan (authorship lines)
-
Artikel sudah menggunakan abstrack, tapi dalam penulisannya seharusnya tidak
dimiringkan.
-
Artikel tidak terdapat kata kunci dan seharusnya menggunakan kata kunci
-
Pendahuluan pada artikel sudah mengandung latar belakang masalah atau
rasional penelitian, permasalahan dan tujuan penelitian
-
artikel sudah menginformasikan mengenai bagaimana penelitian dilakukan dan
jenis penelitian yang dilakukan dengan menampilkan bentuk penelitian.
-
Artikel tidak mencantumkan hasil penlitian yang seharusnya ditampilkan
-Artikel
tidak menampilkan pembahasan, padahal bagian ini merupakan bagian terpenting
dalam artikel.
-Artikel
juga tidak menyampaikan simpulan dan saran, yang menyajikan kesimpulan
penelitian dan saran penulis berdasarkan kesimpulan.
Artikel
sudah menampilkan daftar rujukan dalam bentuk daftar pustaka, dan penulisan
rujukan sudah benar.
|
4.
|
Kritik
|
- Artikel pengenalan karakter untuk anak usia
dini melalui cerita rakyat budaya lokal tidak mengikuti syarat penulisan
artikel ilmiah dan sistematika penulisan artikel penelitian. Bagian
terpenting yaitu hasil dan pembahasan tidak ditampilkan.
|
versi image
Tidak ada komentar:
Posting Komentar